Fenomena pertama yang menunjukkan kita akan wujud Allah adalah huduts (baru)nya alam semesta ini, yang menunjukkan bahwa alam semesta ini ada yang menciptakan. Setiap kali ilmu pengetahuan berkembang, ia membawa bukti baru kepada kita dalam bentuk yang lebih detail, lebih dalam, dan lebih memuaskan terhadap fenomena ini. Lebih jauh, bukti-bukti yang diberikan oleh ilmu pengetahuan telah menjadi sesuatu yang taken for granted, karena kejelasan dan kekuatan dalil tersebut tidak menyisakan ruangan untuk meragukannya. Hukum panas, Hukum gerakan Elektron, dan Energi Matahari, semuanya telah memberikan bukti yang amat jelas terhadap fenomena itu. Bertumpuknya bukti-bukti tersebut malah menjadi sesuatu yang amat jelas, yang tidak memberikan ruang untuk keraguan. Ini disamping dalil-dalil fitrah, rasio, dan qath’i, yang disebutkan oleh para Rabbani sepanjang masa. Kami akan berusaha memaparkan segi-segi ini satu per satu agar kita dapat melihat bagaimana semua itu memberikan dalil atas kenyataan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh sang Penciptanya.
Hukum PanasLequent de Noi, Ketua Bagian Fisika di Institut Pasteur dan Ketua Bagian Filsafat di Universitas Sorbonne, dalam bukunya Perjalanan Hidup Manusia, mengatakan:
“Salah satu bentuk keberhasilan besar yang dihasilkan oelh ilmu pengetahuan modern adalah penghubungan hukum “Carnote-Clauzius” – yang dikenal pula sebagai hukum kedua dalam termodinamika dan dinilai sebagai kunci untuk memahami materi tak hidup- dan penghitungan probabilitas. Boltzman, fisikawan besar, menemukan bahwa perkembangan materi tak hidup dan yang tidak dapat menerima kebalikan dari apa yang ditetapkan oleh hukum ini, bersesuaian dengan perkembangan menuju kondisi yang makin dan semakin dekat kemungkinannya, yang mencerminkan keseimbangan yang makin bertambah dan ketetapan yang makin mantap. Demikianlah alam semesta ini cenderung ke arah keseimbangan, yang tampak dengan makin lenyapnya ketidaksesuaian yang ada pada saat ini, untuk kemudian semua gerakan menjadi diam dan kegelapan yang utuh menyelimutinya”.
Edward L menjelaskan hukum ini dan ia membuktikan bahwa alam semesta ini mempunyai awal:
“Ada orang yang berkeyakinan bahwa alam semesta ini menciptakan dirinya sendiri, sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa kepercayaan tentang azalinya alam semesta ini tidak lebih sulit dari kepercayaan tentang keberadaan Tuhan yang azali. Akan tetapi, hukum kedua dari Hukum Termodinamika Panas menemukan kesalahan dari pendapat ini (pendapat tentang azalinya alam semesta). Ilmu pengetahuan menetapkan dengan jelas bahwa alam semesta ini tidak mungkin bersifat azali karena ada perpindahan panas yang terus terjadi dari benda panas ke benda dingin. Ini artinya, alam semesta ini bergerak menuju tingkat kesamaan panas seluruh benda dan darinya dikeluarkan sumber energi. Ketika proses itu selesai, tidak akan ada lagi proses kimiawi atau alami dan tidak akan ada lagi bekas kehidupan itu sendiri dalam alam semesta ini. Karena itu, kami berkesimpulan bahwa alam semesta ini tidak mungkin bersifat azali.Karena jika demikian, niscaya energinya telah habis semenjak lama dan seluruh gerakan dalam wujud akan berhenti. Demikianlah, ilmu pengetahuan, secara tidak sengaja, sampai pada kesimpulan bahwa alam semesta ini mempunyai awal. Karena itu, ia juga membuktikan akan
wujud Tuhan. Karena jika ia mempunyai awalan, tentulah ia tidak mungkin memulai keberadaannya dengan dirinya sendiri. Ia harus memiliki Pemula, atau Penggerak pertama, atau Pencipta, yaitu Tuhan”.
Frank Alan, ilmuwan biologi, membuktikan kesalahan pendapat azalinya alam semesta ini dengan hukum yang sama. Ia berkata:
“Sering dikatakan bahwa alam semesta ini tidak memerlukan pencipta. Akan tetapi, jika kita menerima kenyataan bahwa alam ini ada, bagaimana proses keberadaan dan awalnya? Ada empat kemungkinan untuk menjawab pertanyaan ini. (1) alam semesta ini hanyalah khayalan dan hasil imajinasi. Akan tetapi, jawaban ini bertentangan dengan keberadaan alam semesta ini, yang telah kita sepakati. (2) Alam semesta ini tercipta sendiri secara otomatis dari ketiadaan. (3) Dia adalah abadi dan tidak memiliki awalan. (4) Dia mempunyai Pencipta yang menciptakannya.
Kemungkinan yang pertama tidak memberikan apa-apa bagi kita. Ia hanyalah mengatakan bahwa semua ini semata-mata hasil perasaan. Yang berarti bahwa perasaan kita terhadap keberadaan alam semesta ini dan apa yang kita lihat hanyalah ilusi yang pada hakikatnya tidak ada kenyataannya. Pendapat yang mengklaim bahwa alam ini tidak berwujud, yang ada hanyalah gambaran dalam otak kita, dan saat ini kita sedang hidup dalam imajinasi, adalah pendapat yang tidak memerlukan bantahan atau kajian karena amat jelas kesalahannya.
Adapun pendapat kedua mengatakan bahwa alam semesta ini, dengan segala isinya, berupa mateiri dan energi, telah tumbuh dengan sendirinya dari ketiadaan. Pendapat ini tidak kurang kebodohannya dari pendapat yang pertama. Karenanya, pendapat ini tidak perlu dikaji atau didebat.
Pendapat ketiga, yang mengatakan bahwa alam semesta ini azali dan tidak memiliki awalan, ia bersinggungan dengan pendapat yang mengatakan keberadaan Pencipta semesta ini, yaitu dalam satu unsur: azali. Ini artinya, kita dihadapkan pada pilihan untuk menisbahkan sifat azali kepada dunia yang mati ini atau kepada Tuhan yang hidup dan mencipta. Tidak ada kesulitan pemikiran untuk mengambil salah satu kemungkinan ini. Akan tetapi, hukum Termodinamika Panas menunjukkan bahwa elemen-elemen alam semesta ini kehilangan yang padanya seluruh benda berada pada tingkat panas yang amat rendah, yaitu nol mutlak. Pada saat itu, energi menjadi lenyap dan kehidupan menjadi mustahil. Saat hal itu terjadi, yaitu berupa hilangnya energi ketika panas seluruh benda mencapai nol mutlak, tidak ada lagi nilai waktu. Adapun matahari yang membakar, bintang yang menghiasi langit, dan bumi yang kaya dengan dengan bermacam kehidupan, semuanya menjadi bukti jelas bahwa dasar alam ini atau pokoknya berkaitan dengan masa yang dimulai pada suatu waktu tertentu. Karena itu, ia adalah bagian dari materi yang baru (huduts). Itu artinya, pastilah ada Sang Pencipta yang azali bagi alam semesta ini, yang tidak berawalan, Dia mengetahui segala sesuatu dan memiliki kekuatan yang tak terbatas. Pastilah alam semesta ini hasil dari ciptaanNya”. Dengan demikian, hukum ini membuktikan bahwa alam semesta ini, selama di dalamnya ada panas, berarti tidak mungkin bersifat azali. Ini karena “panas” tidak mungkin timbul sendiri dalam semesta ini, setelah sebelumnya ia bersuhu dingin. Jika ia bersifat azali, niscaya ia bersuhu dingin.
Hukum Gerakan ElektronBukti lain yang menunjukkan bahwa alam semesta ini baru, kita dapati disetiap atom dari atom-atom wujud, secara mutlak. Semua atom semesta tersusun dari rangkaian listrik negatif dan positif. Yang positif dinamakan proton dan yang negatif dinamakan elektron. Biji atom yang memiliki kandungan yang lebih dari itu memiliki bagian yang netral yang dinamakan neutron. Proton dan neutron membentuk biji atom. Adapun elektron membentuk bagian yang bergerak bagi biji ini. Ia bergerak di sekitarnya dengan kecepatan tinggi, dalam bentuk memutar. Karena kecepatannya yang tinggi dalam gerakan elektron ini, elektron itu terus berada dalam gerakantersebut. Jika tidak ada gerakan ini, niscaya inti atom akan menarik bagian elektron ini. Saat itu, terjadilah keanehan. Dalam kondisi seperti itu, suatu benda sebesar bumi ini menciut menjadi sebesar telur ayam. Ruang kosong amat besar dalam dunia atom.Materi inti hanyalah menempati ruang yang sangat kecil dari ruang kosong biji atom yang luas itu. Ini karena jarak antara satu biji dan elektron yang berputar disekitarnya adalah seperti jauhnya antara matahari dan planet-planet yang berputar mengelilinginya.
Dari kajian ringkas tentang atom ini, kita sampai pada kesimpulan berikut ini:
a. Elektron dalam sebagian besar atom wujud ini –meskipun tidak pada seluruhnya- dalam kondisi selalu bergerak memutar.
b. Tidak ada dalil dalam wujud ini yang menunjukkan bahwa ada kemungkinan lain bagi kondisi elektron itu, yang pernah ia alami, sebelum ia berada dalam kondisi sekarang ini. Ini jika kita tidak mengatakan kemustahilan gambaran lain yang lebih dahulu dari kondisi saat ini. Karena jika hal itu ada, niscaya kita memerlukan adanya penggerak yang membuat elektron-elektron dalam wujud ini bergerak setelah sebelumnya terdiam dan membuat atom-atom membesar setelah sebelumnya menciut kecil.
c. Seluruh alam semesta ini terdiri atas atom yang sama, yang kita ketahui karakternya disini, bahkan dari unsur yang sama. Gerakan yang kita temukan dalam elektron ini, kita temukan juga dalam semua benda di angkasa.
Setelah fakta-fakta ini, kami dapat katakan bahwa sesuatu yang bulat pastilah mempunyai titik awal tertentu, baik zaman maupun tempat, untuk memulai gerakannya. Karena elektron dan seluruh benda berada dalam gerakan memutar, dan karena gerakan ini tidak diketahui kapan dimulainya, seperti yang kita lihat, pastilah ada awalan masa dan tempat bagi gerakan elektron ini. Awalan ini, pada hakikatnya, adalah awal wujud atom-atom itu sendiri. Dengan begitu, kita bersimpulan bahwa semesta ini memiliki awalan, permulaan keberadaannya, dan Pencipta yang menciptakannya dari ketiadaan. Ini karena dari sesuatu yang tidak ada, tidak mungkin dihasilkan sesuatu yang ada.
Energi MatahariSebelumnya, kami ingin menjelaskan dahulu makna istilah “azali”. Jika kita meletakkan angka satu dan di depannya kita letakkan nol yang memanjang berjejeran mengelilingi bumi, nomor yang besar ini dilihat seperti tidak bernilai dan kosong jika dibandingkan dengan ketiadaakhiran dan ketidakbermulaan. Begitu pula halnya jika angka satu disertai dengan kosong dari awal semesta hingga akhirnya, semua angka itu dilihat hanya sebagai bagian kecil dari ketiadaakhiran, yang menyerupai kosong. Demikian juga halnya dengan azal.
Orang yang mengatakan bahwa materi bersifat tidak berawalan, itu mereka katakan untuk suatu makna terntentu. Ini karena seluruh fenomena membuktikan kemustahilannya dan memberikan kenyataan sebaliknya. Fenomena yang akan dibicarakan ini adalah salah satu contoh dari fenomena-fenomena itu.
Darimana matahari mendapatkan energinya? Bagaimana ia menyimpan panasnya? Saat kami sebut matahari, yang kami maksudkan adalah seluruh bintang
dalam semesta ini. Bintang-bintang dalam semesta, semuanya adalah matahari yang tampak kecil saat dilihat karena letaknya yang jauh dari kita, padahal matahari kita ini adalah contoh besarnya binatng-bintang itu. Dua pertanyaan yang kami sebutkan, keduanya amat penting. Ini karena matahari dan seluruh bintang dalam kondisi selalu memberi. Ia selalu memberikan siraman cahaya panas yang membentuk energi.”
Seluruh bagian pameran Chicago, yang diadakan pada tahun 1933, diterangi dengan kunci besar yang diputar dengan cahaya kecil yang terbit dari bintang Sammak Ramih, semenjak empat puluh tahun”.
“Apa sumber energi dalam matahari-matahari itu? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan beberapa jawaban, namun semuanya tidak memuaskan, kecuali jawaban terakhir, yang mengatakan bahwa atom-atom matahari ini saling bertubrukan ditengahnya yang amat panas. Dengan adanya benturan yang besar, luas dan terus-menerus itu, lahirlah energi panas yang tidak ada bandingnya ini. Seperti diketahui, saat atom berbenturan, ia akan kehilangan sebagian dari intinya, yang berubah menjadi energi. Karena itu, setiap hari yang dilewati matahari, maknanya ia kehilangan sebagian dari tubuhnya walaupun sedikit. Matahari, misalnya, kehilangan beberapa kilogram, setiap harinya, dari bagian-bagiannya. Demikian juga halnya dengan bintang-bintang yang lain”.
Jika matahari-matahari itu bersifat tanpa awalan (qadim) dan azali, apakah mungkin ia akan tetap berada dalam kondisinya saat ini ataukah ia telah kehabisan tubuhnya dan lenyaplah dia. Azal, seperti kita ketahui, adalah tanpa awalan. Kita tidak lupa bahwa sebagian dari energi ini, yang dipancarkan oleh matahari, berubah menjadi materi. Akan tetapi, persentase perubahan dengan tidak berubah adalah amat kecil. Seperti persentase bintang bagi langit, yang kami maksudkan bukanlah tentang sebagian dari semesta yang kehilangan bagian tubuhnya dan kemudian tergantikan. Keseimbangan seperti ini kadang-kaddang bisa terjadi. Akan tetapi, alam yang kami maksudkan adalah seluruh semesta. Karena semesta ini amat besar, tentulah bagian besar dari energi ini akan lenyap dan tidak berubah menjadi materi. Selama ada suatu pancaran cahaya, yang dapat digambarkan, yang tidak berbenturan dengan materi, sehingga ia mengembalikan bentuk materinya, dalam suatu bentuk, dari awal, maka persepsi tentang azalinya alam semesta yang kita diami ini adalah mustahil. Ini karena satu pancaran cahaya saja, yang bersinar semenjak zaman azali, akan cukup untuk menghabiskan seluruh energi wujud ini.
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa seluruh semesta ini pada asalnya adalah energi, yang kemudian berubah menjadi materi. Ia saat ini adalah materi yang berubah menjadi energi. Karena itu, ia akan berubah menjadi materi, seperti itu juga. Kesalahan pendapat ini amat jelas. Suatu energi –sesuai kenyataannya sebagai energihanya dapat terwujud jika ada materi tempat ia timbul. Energi membutuhkan zat, tanpa zat niscaya materi itu akan lebih tampak seperti tidak ada. Dalam ungkapan ulama masa salau, “Energi adalah aradh yang membutuhkan jawhar tempat ia timbul”. Cahaya matahari, saat ia menyinari bumi, misalnya, akan diserap oleh atomatom bumi. Dengan demikian, atom-atom bumi mengandung muatan energi panas. Akan tetapi, jika pancaran panas itu tidak bersentuhan dengan materi, apakah ia akan mengubah dirinya sendiri menjadi atom materi? Setidaknya, tidak ada seorang pun ilmuwan yang mengatakan hal ini, hingga saat ini. Dengan demikian tampak dengan jelas, tanpa diragukan, bahwa semesta ini bukannya qadim yang tidak memiliki awalan. Keberadaannya tidak dapat digambarkan kecuali jika ia diciptakan oleh Sang Pencipta. Pencipta itulah yang memulai penciptaannya dan keberadaannya, setelah sebelumnya tidak ada.
artikel ini dikutip dengan tujuan pengemukaan bahwa asal dunia dari tidak ada menjadi ada, dan kemudian sebaliknya.
dikutip dari Pustaka Lingkar Studi Islam ad-Difaa’ Bandung
oleh Syaikh Sa'id Hawwa
untuk keterangan yang lebih lengkap silahkan di download disini
http://www.scribd.com/doc/4608699/Fenomena-Hudutsnya-Alam-Semesta-Said-Hawwa